Fakta Inspiratif ~ Zaman Batu Tengah atau Madya (Mesolithikum) berlangsung pada masa kala Holosen. Pada zaman Batu Tengah, alat-alat batu dari zaman batu tua masih terus digunakan dan telah mendapat pengaruh dari wilayah Asia daratan. Bahkan, alat-alat tulang dan flake dari Zaman Batu Tua memegang peranan penting pada Zaman Batu Madya.
Manusia pada masa ini juga telah mampu membuat gerabah yang dibuat dari tanah liat yang dibakar. Salah satu ciri khas kebudayaan Batu Tengah ialah adanya sampah-sampah dapur dari kulit kerang (Kjokkenmoddinger), yang merupakan bekas-bekas tempat tinggal mereka.
Sampah dapur (Kjokkenmoddinger) ini banyak ditemukan di sepanjang pesisir pantai timur Sumatra. Ciri khas lain adalah adanya kehidupan di gua-gua (abris sous roche) di daerah pedalaman Jawa, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur.
Berdasarkan lokasi penyebarannya, kebudayaan Batu Madya meliputi tiga jenis, antara lain.
- Kebudayaan Kapak Genggam Sumatra (Pabble Culture),
- Kebudayaan Tulang Sampung (Bone Culture),
- Kebudayaan Toala (Flake Culture).
Di daerah lain alat-alat dari batu dan tulang zaman Batu Madya yang sejenis dengan hasil penemuan berupa alat-alat dari kerang serta Tulang Sampung ditemukan di daerah Besuki dan di daerah Bojonegoro, Jawa Timur. Pendukung utama kebudayaan Tulang Sampung adalah manusia ras Papua Melanesoid. Hal tersebut bisa dibuktikan dengan penemuan fosil-fosil manusia ras Papua Melanesoid yang menyertai penemuan alat-alat budaya zaman Batu Madya di bukit-bukit kerang Sumatra Timur (yang menjadi tempat tinggal pendukung kebudayaan kapak Sumatra), maupun di gua-gua di daerah Sampung dan Bojonegoro, Jawa Timur.
Pada peneliti gua-gua di wilayah Maros, Bone, dan Bantaeng (Sulawesi Selatan) juga ditemukan alat-alat serpih (flake) dan batu penggiling, gerabah, dan kapak Sumatra (pabblek). Ciri khas kebudayaan Toala ialah flakes bergerigi. ciri khas kebudayaan Toala tersebut juga ditemukan di gua-gua Pulau Timor, Flores, dan Roti, Nusa Tenggara Timur.
Dalam penelitian di daerah Priangan, Bandung ditemukan flake yang terbuat dari obsidian (batu hitam). Karena banyaknya alat-alat serpih (flakes) yang ditemukan dan memiliki keistimewaan (flakes bergerigi) pada alat-alat kebudayaan Toala maka seorang arkeolog bernama Alfred Buhler menyebutnya dengan istilah Flakes Culture.
Oleh Herimanto
loading...