Fakta Inspiratif ~ Pada masa pendudukan Jepang, semua organisasi kebangsaan yang telah berdiri sejak zaman Hindia Belanda dibubarkan. Hal itu sesuai dengan undang-undang Bala Tentara Jepang No. 2 tanggal 8 Maret 1942. Undang-undang ini menyatakan bahwa bangsa Indonesia dilarang untuk berserikat dan berkumpul. Segenap pelanggaran terhadap undang-undang akan diambil tindakan oleh Kempeitai dengan siksaan yang sangat kejam. Para pemimpin organisasi kebangsaan yang dibubarkan selalu dicurigai dan diawasi.
Jepang betul-betul mengetahui keadaan politik di Indonesia. Sebelum menyerbu ke Indonesia, tentara Jepang telah dilengkapi dengan berbagai macam dokumen yang berisi tentang situasi politik zaman Hindia Belanda. Jepang juga mempunyai dokumen dan informasi para tokoh pemimpin bangsa Indonesia.
Perjuangan Terbuka Melalui Organisasi Bentukan Jepang
Banyak pemimpin Indonesia terpaksa mengadakan kerja sama dengan pihak Jepang. Di antara mereka ada yang menduduki beberapa jabatan penting dalam lembaga yang dibentuk Jepang. Misalnya, Soekarno, Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan KH. Mas Mansyur menduduki pimpinan Pusat Tenaga Rakyat (Putera). Putera merupakan organisasi yang dibentuk oleh Jepang pada bulan Maret 1943. Tujuan Putera adalah menggerakkan rakyat Indonesia guna mendukung peperangan Jepang menghadapi Sekutu. Melalui Putera, para pemimpin Indonesia dapat berhubungan dengan rakyat secara lebih luas baik melalui rapat-rapat raksasa maupun melalui media massa milik Jepang. Tokoh-tokoh Putera memanfaatkan organisasi itu untuk membangkitkan semangat nasionalisme serta menumbuhkan rasa percaya diri dan harga diri sebagai bangsa.
Perjuangan Bawah Tanah
Perjuangan bawah tanah adalah perjuangan yang dilakukan secara tertutup atau rahasia. Perjuangan semacam itu pada umumnya dilakukan oleh para pemimpin bangsa Indonesia yang bekerja di Instansi-Instansi pemerintah Jepang. Namun di balik itu, mereka juga melakukan kegiatan yang bertujuan menghimpun dan menyatukan rakyat untuk meneruskan perjuangan mencapai Indonesia merdeka.
Perjuangan bawah tanah terdapat di berbagai tempat tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di berbagai kota seperti Semarang, Bandung, Surabaya, dan Medan. Di Jakarta terdapat beberapa kelompok yang melakukan perjuangan bawah tanah. Antara kelompok perjuangan yang satu dan kelompok perjuangan yang lain selalu terjadi komunikasi. Kelompok-kelompok perjuangan tersebut antara lain kelompok Sukarni, kelompok PDK Subarjo, kelompok Sultan Syahrir, dan kelompok pemuda. Tokoh-tokoh kelompok pemuda yang terkenal antara lain Chairul Saleh, Darwis, Johar Nur, Eri Saridewo, E.A. Ratulangi, dan Syarif Thayeb.
Perjuangan Bersenjata
Para tokoh masyarakat tidak tahan menyaksikan penderitaan rakyat yang semakin memilukan. Sebagian dari mereka mulai menentang Jepang dengan mengobarkan perlawanan bersenjata. Perlawanan bersenjata melawan Jepang terjadi di berbagai daerah seperti berikut ini :
- Perlawanan di Aceh : Perlawanan di Aceh meletus di daerah Cot Plieng, dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil pada bulan November 1942. Perlawanan ini berhasil ditumpas oleh tentara Jepang. Abdul Jalil tewas tertembak dalam pertempuran.
- Perlawanan di Jawa Barat : Perlawanan di Jawa Barat meletus pada bulan Februari 1944 di beberapa tempat. Perlawanan pertama terjadi di Singaparna dipimpin oleh KH. Zaenal Mustafa. Perlawanan kedua terjadi di Karang Ampel yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Keduanya dapat ditumpas oleh tentara Jepang, bahkan KH. Zaenal Mustafa tertangkap lalu dihukum mati. Perlawanan lainnya terjadi di Loh Bener, dipimpin oleh H. Madriyas. Perlawanan ini pun berhasil diatasi oleh tentara Jepang.
- Perlawanan Prajurit PETA : Perlawanan terhadap Jepang juga dilakukan oleh para prajurit Pembela Tanah Air (Peta). Perlawanan itu terjadi di berbagai daerah antara lain di Blitar (14 Februari 1945), di Aceh, Cilacap.
Sumber : Erlangga
loading...