Fakta Inspiratif ~ Dari berita-berita Cina, kita mengetahui bahwa sekitar tahun 600 sesudah Masehi di Sumatera berdiri tiga buah kerajaan, yakni Che-li-fo-che (Sriwijaya). Mo-lo-yeu (Melayu) dan To-lang-po-hwang (Tulangbawang).
Diantara tiga kerajaan itu yang banyak termuat dalam berita Cina adalah Kerajaan Sriwijaya. Prasasti-prasasti yang ditemukan di Sumatera juga hanya mengisahkan Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan Melayu dan Kerajaan Tulangbawang mungkin taklukan Sriwijaya.
|
Sumber Gambar : http://pixgood.com |
Sriwijaya adalah kerajaan Maritim dan perdagangan, sebagai Negara maritim. Kerajaan Sriwijaya memiliki armada laut yang sangat kuat. Keterangan mengenai kekuatan armada Sriwijaya dapat dilihat pada prasasti Kedukun Bukit yang ditemukan di dekat Palembang. Prasasti ini berdiri pada tahun 683 Masehi, menceritakan perjalanan Dapunta Hyang dari Minangatamwan dengan perahu dari 20.000 orang prajurit. Tujuan perjalanan ini menaklukkan beberapa daerah armada. Dapunta Hyang berhasil menaklukkan banyak daerah dan dengan semakin luasnya daerah Sriwijaya, karajaan itu semakin makmur.
Setelah berhasil menaklukkan daerah sekitarnya, rupanya Sriwijaya bermaksud untuk meluaskan wilayahnya sampai ke Jawa. Prasasti Kota Kapur (686 Masehi) yang ditemukan di Pulau Bangka menyebutkan, setelah Sriwijaya menaklukkan Bangka, armadanya berusaha untuk menaklukkan Bhumi Jawa. Bhumi Jawa diduga Kerajaan Tarumanagara.
Selain prasasti Kedukan Bukit dan prasasti Kota Kapur, ditemukan tiga prasasti Sriwijaya lainnya, yaitu prasasti Telaga Batu yang terletak di dekat kota Palembang, prasasti Talang Tua, juga dekat kota Palembang, dan prasasti Karang Brahi di daerah kota Jambi. Prasasti-prasasti itu pada umumnya berisi doa, kutukan, dan ancaman terhadap orang yang melakukan kejahatan dan tidak taat pada perintah raja. Kelima prasasti Sriwijaya ini berhuruf Pallawa, tetapi tidak lagi berbahasa Sanskerta melainkan berbahasa Melayu Kuno.
Sebagai kerajaan perdagangan, letak Sriwijaya sangat strategis. Kerajaan ini terletak dalam jalur perdagangan antar daerah (Nasional) dan jalur perdagangan antar bangsa (Internasional). Pedagang India dan Cina selalu singgah di Sriwijaya, baik untuk menambah perbekalan, berdagang maupun menunggu angin baik untuk berlayar meneruskan perjalanan. Sriwijaya mendapatkan penghasilan besar dari bea cukai kapal dagang yang singgah. Dengan armada laut yang kuat, Sriwijaya menjamin keamanan para pedagang yang berlayar dari atau ke Sriwijaya. Sriwijaya menguasi perairan Selat Malaka, Selat Karimata dan sekitarnya.
Selain sebagai Negara perdagangan dan maritim, Sriwijaya menjadi pusat kegiatan ilmiah agama Buddha. Peranan Sriwijaya sebagai pusat kegiatan ilmiah agama Buddha, kita ketahui dari catatan pendeta agama Buddha dari Cina yang bernama I-tsing. Pada tahun 671 I-tsing mengadakan perjalanan dari Kanton ke India. Ia singgah di Sriwijaya selama enam bulan untuk belajar bahasa Sanskerta. Bahkan ia menetap empat tahun di Sriwijaya.
Dikerajaan ini. I-tsing menerjemahkan berbagai kitab suci agama Buddha dari bahasa Sanskerta ke dalam bahasa Cina. I-tsing memberitahukan, orang asing yang ingin memperdalam agama Buddha di India biasanya belajar dahulu selama kira-kira satu tahun di Sriwijaya. Guru agama Buddha Sriwijaya yang terkenal adalah Sakyakirti.
Di Sriwijaya terdapat tempat ziarah penduduk yang beragama Budha. Yaitu di daerah Telaga batu, dekat kota Palembang, Sumatera selatan, terdapat banyak sekali batu bertulisan kata Siddayatra, yang artinya “Ziarah yang berhasil”. Di bukit Siguntang, sebelah barat Pelembang, ditemukan sebuah arca Buddha yang sangat besar dari batu. Arca ini berasal dari sekitar tahun 500 Masehi. Di duga dulu arca ini berada di dalam sebuah candi yang sangat besar, yaitu lebih besar dari pada candi Borobudur di Jawa Tengah.
Sebagai pusat agama Buddha, Kerajaan Sriwijaya juga mendirikan bangunan suci agama Buddha di berbagai tempat di wilayah Sriwijaya, antara lain kelompok candi Muaratakus di dekat Bangkinsang Riau, dan Biaro Bahal di Padangsiderdempuan, Sumatera Utara.
Kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaannya pada sekitar abad ke-8 dan ke-9 Masehi. Pada tahun 856 masehi. Balaputra dewa dan dinasti Sailendra, Jawa Tengah, naik tahta kerajaan Sriwijaya. Pada masa itu banyak orang Sriwijaya belajar ilmu pengetahuan di luar negeri, terutama di perguruan tinggi Nalanda di Benggala, India. Atas bantuan Raja Dewapaladewa dari Kerajaan Pala di Benggala. Balaputradewa mendirikan sebuah asrama siswa Sriwijaya di Nalanda. Usaha Balaputradewa ini termaktub dalam prasasti Nalanda bertahun 860 Masehi.
Kerajaan Sriwijaya berlangsung hingga permulaan abad ke-11. Setelah itu Sriwijaya mundur. Kemunduran kerajaan ini disebabkan tidak ada raja yang cakap memerintah dari serbuan raja Rajendra Coladewa dan Kerajaan Colamandala di India Selatan. Kekuasaan Sriwijaya semakin surut ketika Kerajaan Kediri dari Jawa Timur meluaskan kekuasaanya.
Sumber : Sejarah Nasional Indonesia
loading...