Fakta Inspiratif ~ Kerajaan Mataram Kuno diketahui dari prasasti Canggal. Prasasti ini bertahun 732 Masehi, ditemukan di Desa Canggul, dekat Magelang Jawa Tengah. Prasasti canggul berhuruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Agama kerajaan adalah agama Hindu.
Prasasti Canggul dibuat atas perintah Raja Sanjaya untuk memperingati berdirinya sebuah Lingga, yang merupakan lambing, Dewa Siwa, diatas bukit di daerah Kunjarakunja. Daerah Kunjarakunja terletak di Yawadwipa pulau yang sangat indah, kaya dengan hasil bumi, terutama padi dan emas. Menurut prasasti Canggal, pada mulanya Yawadwipa diperintah oleh Raja Sanna. Raja Sanna ini adil dan bijaksana, setelah Raja Sanna wafat terjadi kekacauan. Kekacauan mereda setelah Sanjaya, anak Sannaha, adik Raja Sanna, naik tahta. Raja Sanjaya memerintah sangat bijaksana dalam masa pemerintahannya, wilayah kerajaan semakin luas. Nama Sanjaya dan Sanna juga dijumpai dalam kitab cerita Parahiyangan, yang mengisahkan sejarah Pasundan.
|
Sumber Gambar : http://suyenlialvani.blogspot.com/ |
Beberapa waktu sejak prasasti Canggal, tidak ditemukkan berita tertulis tentang Kerajaan Mataram, yang juga disebut Kerajaan Medang. Kemudian muncul prasasti bertahun 907 Masehi. Prasati itu dibuat dalam masa pemerintahan Sri mahasambu. Prasasti yang disebut prasasti Balitung, yang memuat nama semua raja Mataram sejak Raja Sanjaya yang bergelar Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Prasasti Balitung membuktikan roda pemerintahan dinasti Sanjaya tetap berjalan, walaupun raja-raja dinasti Sanjaya setelah Raja Sanjaya dan sebelum Raja balitung tidak meninggalkan catatan tertulis.
Selama raja-raja dinasti Sanjaya tidak mengeluarkan prasasti, di Jawa Tengah dikeluarkan beberapa prasasti dinasti lain, yakni dinasti Sailendra. Setelah pemerintahan Raja Sanjaya, pengaruh mataram kalah dari pengaruh kerajaan dinasti Sailendra yang beragama Buddha.
Walaupun dinasti sanjaya terdesak oleh dinasti Sailendra, kedua dinasti itu dalam hal-hal tertentu mempunyai hubungan erat. Hubungan erat itu disebutkan dalam Prasasti kalasan (778 Masehi) yang ditemukan di Desa Kalasan, Yogyakarta. Prasasti itu memberitakan para guru Sang Ratu Sailendrawamsatilaka (mustika keluarga Sailendra) berhasil membujuk Maharaja Tejahpurnapana Panangkarana agar mendirikan bangunan suci untuk Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta dari dinasti Sailendra Panangkarana juga menghadiahkan daerah Kalasan untuk para pendeta yang disebut Tejahpurnapana Panangkarana dalam prasasti Kalasan adalah putra raja Sanjaya yang dalam prasasti Balitung bergelar Sri maharaja Rakai Panangkaran.
Bangunan yang didirikan adalah candi Kalasan. Tempat arca dalam bangunan itu kosong, tetapi menilik tempat arcanya, dapat diperkirakan arca Dewi tara dalam candi Kalasan sangat besar. Mungkin arca itu dibuat dari perunggu. Prasasti Kalasan berhuruf Pranagari dan berbahasa Sanskerta.
Semasa pemerintahan dinasti Sanjaya maupun dinasti Sailendra, banyak didirikan bangunan suci berupa candi. Pada umumnya candi Hindu berada di Jawa Tengah bagian Utara dan candi Budha berada dibagian Selatan Jawa Tengah. Dengan demikian diduga kekuasaan dinasti sanjaya yang beragama Hindu meliputi Jawa tengah bagian Utara sedangkan kekuasaan dinasti Sailendra yang beragama Budha meliputi Jawa Tengah bagian Selatan.
Pada pertengahan tahun 800 Masehi, kedua dinasti itu bersatu karena perkawinan Sri Maharaja Rakai Pikatan dari dinasti Sanjaya dengan Pramodawarhani dari dinasti Sailendra. Pada masa itu kerukunan beragama sangat menonjol. Pemeluk agama Hindu dan agama Buddha hidup berdampingan dengan damai. Mereka merasa satu dalam sebuah kesatuan kerajaan yang makmur sejahtera.
Pramodawardhani yang kemudian bergelar Sri Kahulunnan mendirikan banyak bangunan suci agama Buddha, antara lain kelompok candi Plaosan, dekat Desa Prambanan, Jawa tengah. Pramodawardhani juga meresmikan tanah perdikan agar rakyat di daerah tanah perdikan itu leluasa untuk memelihara kamulan (bangunan suci untuk memuliakan nenek moyang) Bhumisambhara. Kamulan Bhumisambhara adalah candi Borobudur yang diselesaikan pembangunannya pada masa pemerintahan Raja Samaratungga, ayah dari Pramodawardhani.
Rakyat Pikatan juga mendirikan banyak bangunan suci agama Hindu antara lain kelompok candi Lorojonggrang di desa Prambanan.
Pada masa pemerintahan Rakai Pikatan terjadi pemberontakan balaputra, adik Pramodawardhani. Balaputra tidak setuju perkawinan kakaknya dengan Rakai Pikatan yang beragama Hindu. Tetapi Balaputra tidak mendapat dukungan dari rakyat hingga ia terus menerus terpukul mundur. Setelah pertahanannya di Bukit Ratu Baka (selatan Prambanan) runtuh, Balaputra lari ke Sriwijaya. Pada waktu itu Sriwijaya merupakan Negara bagian di bawah dinasti Sailendra, maka Balaputra berhasil naik tahta Sriwijaya, bergelar Balaputradewa.
Pengganti Rakai Pikatan adalah Rakai Kayuwangi dengan gelar Sri Maharaja. Sri Sajanotsawatungga. Sejak saat itu dinasti Sanjaya berkuasa kembali. Rakai Kayuwangi diganti putranya, Rakai Watuhumalang. Kemudian selama lebih kurang dua belas tahun Mataram Kuno diperintah oleh putra Rakai Watuhumalang, yang bernama Rakai Watukura Dyah balitung. Raja inilah yang memerintahkan untuk membuat silsilah raja-raja Mataram Kuno sejak pendirinya, raja Sanjaya.
Raja terakhir dinasti sanjaya adalah Raja Wawa yang yang bergelar Sri Wijayalokanamottungga yang memerintah tahun 924 hingga 929. Sejak tahun 929 prasasti-prasasti hanya didapatkan di Jawa Timur. Rajanya yang pertama adalah Pu Sindok dari dinasti lain yakni dinasti Isana, berlangsung karena perkawinan. Alasan pemindahan pusat pemerintahan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur belum ada keterangan pasti. Diduga akibat ancaman Sriwijaya.
Sumber : Sejarah Nasional Indonesia
loading...