Fakta Inspiratif ~ Fosil Pithecanthropus merupakan jenis fosil manusia purba yang paling banyak ditemukan di Indonesia. Fosil-fosilnya banyak ditemukan pada lapisan Plestosen bawah (di daerah Jetis) dan tengah (di daerah Trinil). Pithecanthropus hidup secara berkelompok dan diperkirakan hidup dengan cara berburu atau menangkap ikan serta mengumpulkan makanan (hunting and food gathering).
Untuk mendapatkan makanan tersebut, mereka masih menggunakan peralatan hidup dari batu berupa kapak genggam, kapak perimbas, kapak penetak, pahat genggam, dan alat-alat serpih. Mereka telah banyak menggunakan peralatan hidup dari batu serta memakan segala jenis makanan. Namun, tidak ditemykan adanya tanda-tanda bahwa makanan tersebut telah diolah dan dimasak sebelum dimakan.
Oleh karena itu, makanan Pithecanthropus masih dimakan secara mentah seperti manusia purba. Menurut Eugene Dubois, Pithecanthropus memiliki volume otak skitar 900 cc. Sebagai perbandingan, volume otak manusia berukuran di atas 1.000 cc dan volume otak kera rata-rata berukuran 600 cc. Dengan demikian, volume otak makhluk tersebut berada di antara volume otak manusia dan kera sehingga fosil tersebut dinamakan Pithecanthropus (manusia kera).
Pithecanthropus Erectus
Fosil-fosil manusia purba tersebut ditemukan di desa Tranil, Ngawi, Jawa Timur. Berdasarkan pendiriannya, Dubois berkesimpulan bahwa makhluk tersebut berada di antara manusia dan kera yang berjalan tegak (erectus). Oleh karena itu, makhluk tersebut dinamakan Pithecanthropus Erectus (manusia kera yang berjalan tegak). Fosil Pithecanthropus Erectus berasal dari lapisan Plestoren Tengah dan diperkirakan hidup sekitar satu sampai satu setengah juta tahun yang lalu. Penemuan Pithecanthropus Erectus oleh Eugene Dubois ini pernah menggemparkan dunia ilmu pengetahuan. Penemuan fosil tersebut dihubungkan dengan teori evolusi Darwin karena dianggap sebagai makhluk peralihan dari kera ke manusia.
Pithecanthropus Mojokertensis
Pada tahun 1936 Von Koenigswald berhasil menemukan sebuah fosil tengkorak pada lapisan Plestosen bawah (lapisan Jetis) di Perning Mojokerto. Fosil temuannya tersebut berupa fosil tengkorak anak-anak berusia kira-kira lima tahun yang diperkirakan keturunan Pithecanthropus. Karena diduga berasal dari keturunan Pithecanthropus, fosil tersebut dinamakan Pithecanthropus Mojokerto (manusa kera dari Mojokerto). Berdasarkan penelitian Dubois, ciri-ciri fosil Pithecanthropus Mojokertensis adalah berbadan tegak, muka menonjol ke depan, kening tebal, dan memiliki tulang pipi yang kuat.
Pithecanthropus Robustus
Dalam penelitian berikutnya, Von Koenigswald masih menemukan lagi beberapa jenis fosil manusia purba di desa Trinil, Ngawi, Jawa Timur pada tahun 1939. Dalam penelitian bersama Weidenreich di daerah Trinil, ia menemukan fosil manusia purba sejenis Pithecantropus yang ditemukan di daerah Mojokerto. Karena ukuran tubuhnya lebih besar dan kuat maka fosil tersebut dinamakan Pithecanthropus Robustus (manusia kera yang kuat). Fosil Pithecanthropus Robustus tersebut ditemukan pada lapisan Plestosen bawah (Jetis) yang seusia dengan Pithecanthropus Mojokertensis.
Di samping beberapa penemuan di atas, sejumlah fosil Pithecanthropus yang diperkirakan berusia lebih muda yang hidup antara 900 sampai 200 ribu tahun yang lalu juga ditemukan di daerah di lembah Bengawan Solo seperti Sambung-macan dan Sangiran, Sragen, Jawa Tengah. Di daerah tersebut, Teuku Jacob meneliti fosil sejenis Pithecanthropus dan diberi nama Pithecanthropus Soloensis (manusia kera dari Solo) pada tahun 1967.
Di Indonesia, jenis manusia Pithecanthropus diperkirakan hidup di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Di luar Indonesia Pithecanthropus diperkirakan juga hidup di daratan Asia, Afrika, dan Eropa. Di daratan Asia, Fosil Pithecanthropus ditemukan pada gua di daerah Chou Kou Tien dan dikenal dengan nama Pithecanthropus Pekinensis (manusia kea dari Peking).
Fosil Pithecanthropus yang ditemukan di daerah Kenya dikenal dengan nama Australopithecus Africanus. Adapun fosil Pithecanthropus yang ditemukan di Eropa Barat dan Eropa Tengah dinamakan manusia Piltdown dan Heidelberg.
Oleh Herimanto
loading...