Fakta Inspiratif ~ Dalam sejarah kerajaan-kerajaan di Indonesia, sejarah kerajaan Majapahit adalah kerajaan yang paling mengesankan. Kisahnya yang panjang dan kekuasaan yang luas menyebabkan Majapahit disebut sebagai kerajaan terbesar dalam sejarah Indonesia. Kebesarannya bahkan sampai ke mancanegara. Di Asia Tenggara terdapat tiga kerajaan besar dalam sejarah. Yang paling besar adalah Majapahit, yang kedua adalah Sriwijaya, dan yang ketiga adalah kerajaan Khmer. Berikut ini adalah kisah singkat kerajaan Majapahit.
Sumber Sejarah Kerajaan Majapahit
Sumber sejarah yang dapat digunakan untuk meneliti sejarah kerajaan Majapahit di antaranya sebagai berikut.
- Prasasti, antara lain Prasasti Gunung Butak, Brumbung, Kudadu, Gajah Mada, dan Jiu.
- Karya Sastra, antara lain Negarakertagama, Pararaton, Sutasoma, dan Kidung Sundayana.
- Candi, antara lain Candi Penataran, Candi Tikus, candi Tegalwangi, Bajangratu, Jabung, dan Kedaton.
- Berita-berita asing dari Cina, India, dan Arab.
- Arca, mata uang, dan keramik.
Pemerintahan Raden Wijaya
Menurut Prasasti Gunung Butak, Wijaya adalah putra dari Dyah Lembu Tal. Wijaya adalah menantu Kertanegara. Empat putrid Kertanegara dijadikan istrinya. Mereka adalah Dyah Dewi Tribhuwaneswari, Dyah Dewi Narendraduhita, Dyah Dewi Prajnaparamitha Jayendradewi, dan Dyah Dewi Gayatri. Perkawinannya dengan Tribhuwaneswari melahirkan Jayanegara (Kala Gemet), sedangkan dari Gayatri mempunyai dua puteri, yaitu Tribhuwanatunggadewi dan Dyah Wiyat.
Ketika terjadi serangan Jayakatwang, Raden Wijaya berhasil melarikan diri ke Madura bersama isteri dan pengikut-pengikutnya. Di Madura, ia diterima oleh Arya Wiraraja, salah seorang bupati bawahan Raja Kertanegara. Atas saran Wiraraja, Wijaya disuruh berpura-pura mengabdikan diri kepada Raja Jayakatwang. Ia diberi hutan untuk tempat tinggalnya. Hutan itu dibuka menjadi desa dengan bantuan orang Madura, rakyat Wiraraja. Desa itu kemudian diberi nama Majapahit, karena di hutan itu terdapat buah yang bernama Maja yang rasanya sangat pahit.
Setelah berhasil menghancurkan kekuasaan Jayakatwang dengan bantuan pasukan Mongol, Wijaya menobatkan diri sebagai Raja dengan kerajaan barunya, yaitu Majapahit. Gelarnya adalah Sri Kertarajasa Jayawardhana. Setelah menjadi raja, Wijaya berbalik menyerang pasukan Mongol, sehingga pasukan Mongol banyak yang tewas dan sebagian kembali ke negerinya. Pada masa kekuasaannya, Wijaya lebih terkonsentrasi untuk memperkuat sendi-sendi kerajaan. Orang-orang yang berjasa dalam pendirian kerajaan diberikan penghargaan yang besar. Di antara mereka adalah Ranggalawe dijadikan Bupati Tuban, Empu Nambi diangkat menjadi Mahapatih, Lembu Sora, Gajah Biru, dan Juru Demung diangkat menjadi Tumenggung. Pada tahun 1309, Raden Wijaya wafat dan dicandikan di Candi Simping sebagai Syiwa, dan di Trowulan sebagai Dhyani Buddha. Arca perwujudannya berbentuk Harihara, yaitu arca perwujudan Wisnu dan Syiwa yang menjadi satu.
Masa Pemerintahan Jayanegara
Jayanegara adalah anak Raden Wijaya dari Tribhuwaneswari. Jayanegara mendapat julukan Kala Gemet. Pada masanya banyak terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh pengikut-pengikut ayahnya, yang diangkat menjadi pejabat. Ini terjadi karena Jayanegara adalah seorang yang tidak cakap dalam hal kepemimpinan, sehingga dia mudah dimanfaatkan orang untuk mengadu domba orang-orang yang telah berjasa pada Majapahit.
Pemberontakan itu antara lain pemberontakan Ranggalawe yang terjadi pada tahun 1309. Pemberontakan Lembu Sora terjadi pada tahun 1311. Pemberontakan Gajah Biru dan Juru Demung pada tahun 1313, dan pemberontakan Empu Nambi pada tahun 1316. Dari sini terlihat sekali kelemahan Jayanegara dalam memimpin kerajaan. Padahal Nambi adalah pejabat tertinggi dibawah raja, yaitu Rakryan Mahapatih Majapahit. Dan pemberontakan yang cukup besar, yaitu pemberontakan Ra Kuti dan Ra Semi pada tahun 1319. Pemberontakan ini hampir saja dapat membawa keruntuhan Majapahit, karena berhasil menduduki ibukota kerajaan. Dalam pemberontakan ini, Jayanegara menyelamatkan diri ke Desa Badender dengan dikawal oleh prajurit Bhayangkara (pengawal pribadi raja) yang dipimpin oleh Gajah Mada. Berkat kecakapan Gajah Mada, pemberontakan itu akhirnya dapat dipadamkan. Pada tahun 1328, Jayanegara tewas dibunuh oleh tabib kerajaan yang bernama Ra Tanca. Ra Tanca kemudian bertarung melawan Gajah Mada dan akhirnya berhasil dibunuh oleh Gajah Mada.
Masa Pemerintahan Tribhuwanatunggadewi
Tribhuwanatunggadewi adalah anak Raden Wijaya dari Gayatri, atau adik keponakan Jayanegara. Tribhuwanatunggadewi tidak lama memegang tampuk kepemimpinan. Kepemimpinannya didampingi oleh Mahapatih Amangkubumi, Arya Tadah yang saat itu sedang sakit. Pada masa pemerintahannya terjadi pemberontakan di daerah Besuki yang dipimpin oleh Sadeng dan Keta pada tahun 1331. Pemberontakan ini cukup membahayakan Majapahit. Oleh karena itu, atas usul Arya Tadah, Gajah Mada diangkat sebagai panglima tertinggi kerajaan untuk menumpas seluruh pemberontakan yang terjadi. Berkat kecakapan Gajah Mada, akhirnya dia diangkat menjadi Mahapatih Amangkubumi Majapahit menggantikan Arya Tadah. Pada saat pelantikannya itulah, Gajah Mada mengucapkan sebuah sumpah yang sangat terkenal, yaitu Tan Amukti Palapa. Isi sumpah itu adalah bahwa Gajah Mada tidak akan pernah berhenti berjuang dan hidup enak sebelum dapat menyatukan Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit. Pada tahun 1350, Gayatri wafat dan dimakamkan di Bhalango (dekat Tulungagung). Karena kematian ibunya, Tribhuwanatunggadewi mengundurkan diri sebagai raja. Selanjutnya tahta kerajaan diserahkan kepada putranya yang bernama Hayam Wuruk, yang masih berusia 16 tahun.
Masa Pemerintahan Hayam Wuruk
Hayam Wuruk berarti ayam jantan yang berkokok di pagi hari. Hayam Wuruk adalah raja terbesar Majapahit. Gelarnya adalah Sri Rajasanagara. Pada masanya, Majapahit mengalami puncak kegemilangan. Berkat kecakapan kepemimpinan Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada, Majapahit berkembang menjadi kerajaan yang besar, kuat, tangguh, dihormati kawan dan disegani lawan.
Sebagai seorang raja, Hayam Wuruk sangat berpandangan luas, cermat, adil, dan disiplin. Dia memberikan kesempatan Gajah Mada untuk memenuhi sumpahnya itu, yaitu menyatukan Nusantara. Menurut kitab Negarakertagama, daerah yang ditaklukkan Majapahit dan mengakui kedaulatannya adalah sebagai berikut.
- Daerah Melayu, meliputi Jambi, Minangkabau, Singapura, Siak, Kampar, Rokan, Mandailing, Tamiang, Perlak, Karitang, Padang, dan Lampung.
- Daerah Malaka, meliputi Pahang, Langkasuka, Trengganu, Tumasik, Pattani, dan Kuala Lumpur.
- Daerah Jawa meliputi 21 negara daerah, yaitu Daha (Kediri), Jagaraga, Kahuripan (Jenggala), Tanjungpura, Pajang, Kembangjenar, Matahun, Wirabumi, Keling, Kalingapura, Pandan Salas, Paguhan, Wengker, Kabalan, Tumapel, Singasari, Pamotan, Mataram, Lasem, Pakembangan, dan Pawanawan, Daerah Pasundan, ternyata tidak masul dalam wilayah kekuasaan Majapahit.
- Daerah timur, meliputi Bali, Nusa Penida, Bima, Dompo, Seram, Wuanin (Papua Barat), Lumak, Makassar, Selayar, dan Caltoa (Kangean).
- Daerah utara meliputi seluruh Kalimantan dan Sulawesi hingga Fillipina Tengah ke Selatan.
Ternyata ada satu daerah di Jawa yang belum ditaklukkan, padahal cukup dekat, yaitu kerajaan Sunda di Jawa Barat. Menurut Kidung Sundayana, Gajah Mada ingin menaklukkan dengan cara diplomatis. Dia membujuk Hayam Wuruk agar mau menikahi Dyah Pitaloka putrid Raja Sunda. Pada waktu raja Pajajaran menuju Majapahit untuk mengantarkan puterinya menikah, rombongan kerajaan Sunda itu berkemah di sebuah daerah yang bernama Bubat. Di sanalah akhirnya terjadi kesalahpahaman yang akhirnya menyebabkan terjadi pertempuran, yang disebut dengan perang Bubat. Sri Baduga (Raja Sunda) tewas terbunuh, dan Dyah Pitaloka bunuh diri di tempat itu juga.
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit banyak mendirikan bangunan suci, seperti Candi Panataran di Blitar, Candi Sawentar, Candi Jabung, Candi Tikus di Trowulan, Candi Telagawangi, Candi Surawangi, Candi Sumberjati, Candi Sukuh di lereng Gunung Lawu, dan Candi Kedaton di Besuki. Di bidang seni sastra, banyak para pujangga yang melahirkan karya-karya bermutu tinggi, antara lain Negarakertagama karya Empu Prapanca, Arjunawijaya dan Sutasoma karya Empu Tantular, Kuncarakama, Parthayajna, Pararaton, Ranggalawe, Panjiwijayakrama, Sorandaka, dan Sundayana.
Kemunduran Kerajaan Majapahit
Pada 1364 Gajah Mada meninggal, kematian Gajah Mada dan ibunya, Tribhuwanatunggadewi menyebabkan Hayam Wuruk kehilangan pegangan dalam menjalankan pemerintahannya. Intrik politik di antara keluarga raja kembali terjadi setelah Hayam Wuruk meninggal pada 1389 M. Hayam Wuruk mempunyai seorang putrid dari permaisurinya yang bernama Kusumawardhani. Ia kemudian menikah dengan Wikramawardhana. Dari selirnya, Hayam Wuruk mempunyai anak yang bernama Bhre Wirabhumi. Agar tidak terjadi perebutan tahta, Hayam Wuruk membagi
Majapahit menjadi dua. Bagian barat diberikan kepada Kusumawardhani, sedangkan bagian timur diberikan kepada Wirabhumi.
Tidak lama setelah Hayam Wuruk meninggal, terjadi perang antara Kusumawardhani dan Wirabhumi. Perang itu dikenal dengan sebutan Perang Paregreg (Perang Saudara). Dalam perang itu Wirabhumi terbunuh dan Kusumawardhani memimpin Majapahit. Wikramawardhana meninggal pada 1492, ia digantikan putrinya yang bernama Suhita. Ratu Suhita memerintah
Majapahit sampai 1447. Suhita tidak mempunyai putra. Ia digantikan oleh adik tirinya yang bernama Kertawijaya yang memerintah pada 1451. Raja selanjutnya adalah Kertabhumi yang memerintah sampai 1478, namun ia dikalahkan oleh Ranawijaya.
Ranawijaya merupakan raja
Majapahit terakhir yang gagal mengembalikan
Majapahit pada kejayaannya. Banyak raja-raja taklukan di bawah
Majapahit yang melepaskan diri. Di samping itu, pengaruh agama Islam mulai berkembang di pesisir utara pulau Jawa, yang diikuti dengan berkembangnya Demak yang beragama Islam. Banyak pejabat Demak keturunan
Majapahit yang sudah memeluk agama Islam.
Baca juga Fakta Sejarah Kerajaan Sriwijaya
Sumber : Merpati – Semester 2
loading...