Fakta Inspiratif ~ Ketidakstabilan kondisi politik dalam negeri Jepang menyebabkan pemerintahan Kabinet Tojo digantikan oleh Jenderal Koiso Kuniaki. Koiso adalah pencetus kemerdekaan semu untuk wilayah kolonial Jepang (termasuk Indonesia). Berkaitan dengan tujuan Koiso, Letjen Kumakichi Harada (panglima tentara ke-16) segera mengumumkan pembentukan Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/BPUPKI). Sidang BPUPKI berhasil merumuskan konsep dasar (filsafat) negara Indonesia serta asas dan tujuan negara Indonesia Merdeka (diberi nama Piagam Jakarta oleh Muhammad Yamin).
Sebelum berhasil mencapai tujuannya, BPUPKI dbubarkan oleh Jepang. Jepang memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia pada tanggal 7 September 1945. Sebagai pengganti BPUPKI, dibentuklah Dokuritsu Junbi Linkai (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia/PPKI) pada tanggal 7 Agustus 1945. Ketua dan Wakil Ketua PPKI adalah Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta.
Bersamaan dengan dibomnya Kota Nagasaki dan Hiroshima, Panglima Tertinggi Jepang di Asia Tenggara, Terauchi Hisaici, memanggil ketiga tokoh pergerakan nasional Indonesia (Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, dan dr. Radjiman Wediodiningrat) ke Dalat, Saigon (Vietnam). Pada tanggal 14 Agustus 1945, Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, dan dr. Radjiman Wediodiningrat kembali dari Dalat (Vietnam) membawa perintah untuk melaksanakan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Selanjutnya, melalui sidang PPKI, disepakati bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia akan dilaksanakan pada tanggal 24 Agustus 1945.
Walau dirahasiakan, berita kekalahan Jepang dari Sekutu tanggal 14 Agustus 1945 akhirnya dapat diketahui oleh para pemimpin Indonesia. Selain itu, para pemimpin dan pemuda Indonesia mengetahui bahwa upacara penyerahan kekuasaan Jepang kepada sekutu baru akan dilaksanakan pada tanggal 8 September 1945. Dengan demikian, para pemuda Indonesia menyadari adanya kekosongan kekuasaan (vacuum of power) di Indonesia.
Baca juga :
Kondisi kekosongan kekuasaan tersebut dimanfaatkan para pemuda Indonesia untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Para pemuda (Sutan Syahrir, Chaerul Saleh, Darwis, dan Wikana) mendesak Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, dan dr. Radjiman Wediodiningrat untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa persetujuan Jepang.
Sikap para pemuda tersebut tidak sepenuhnya didukung oleh golongan tua. Golongan tua berpendapat bahwa kemerdekaan Indonesia masih memerlukan persiapan dan pembicaraan terlebih dahulu dengan pihak Jepang. Sesuai pembahasan dalam rapat PPKI, Jepang memberikan kemerdekaan kepada Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1945.
Perbedaan pendapat dengan golongan tua mendorong para pemuda untuk segera menyelenggarakan rapat di Lembaga Bakteriologi di Jl. Pegangsaan Timur, tanggal 15 Agustus 1945. Rapat itu dihadiri oleh Sukarni, Yusuf Kunto, dr. Muwardi dari Barisan Pelopor, dan Cudanco Singgih. Rapat yang dipimpin oleh Chaerul Saleh mendesak Soekarno-Hatta (golongan tua) untuk memutuskan ikatan dengan Jepang dan mengadakan permusyawaratan dengan para pemuda.
Para pemuda bersepakat bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak dan permasalahan yang harus ditentukan oleh rakyat Indonesia sendiri, bukan ditentukan oleh pihak lain. Melalui Darwis dan Wikana, hasil kesepakatan dalam rapat para pemuda tersebut disampaikan kepada Ir. Soekarno (perwakilan golongan tua) di kediamannya. Sekali lagi, Ir. Soekarno tetap berpegang pada pendapat semula. Perbedaan pendapat antara golongan tua dan muda menimbulkan suasana tegang.
Golongan muda terus mendesak agar kemerdekaan Indonesia segera diproklamasikan pada keesokan harinya (tanggal 16 Agustus 1945). Sebaliknya, golongan tua tetap berpendapat bahwa kemerdekaan Indonesia masih memerlukan persiapan melalui sidang PPKI. Perbedaan pendapat tersebut mendorong golongan muda untuk kembali mengadakan pertemuan pada dini hari, tanggal 16 Agustus 1945 di Asrama Baperpi, Jl. Cikini No. 71 Jakarta. Rapat tersebut memutuskan untuk mengamankan Soekarno dan Hatta ke luar kota (Rengasdengklok) agar jauh dari pengaruh Jepang.
Tugas pengamanan Soekarno dan Hatta dilakukan oleh Sukarni, Yusuf Kunto, dan Cudanco Singgih pada tanggal 16 Agustus 1945. Soekarno dan Hatta dibawa dan diamankan di Rengasdengklok, yaitu sebuah kota di pantai utara Kabupaten Karawang . Rengasdengklok merupakan tempat kedudukan sebuah cudan (kompi) tentara PETA pimpinan Cudanco Subeno. Dengan demikian, para pemuda menganggap Rengasdengklok tempat yang aman untuk Soekarno dan Hatta sehingga mereka tidak dapat dipengaruhi oleh politik Jepang.
Pada sore harinya (16 Agustus 1945), Ahmad Subarjo, seorang tokoh golongan tua menyusul ke Rengasdengklok untuk mengusahakan pengembalian Soekarno dan Hatta ke Jakarta. Ahmad Subarjo menjamin bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia akan dilaksanakan selambat-lambatnya keesokan harinya, yaitu 17 Agustus 1945. Ahmad Subarjo (golongan tua) dan Cudanco Subeno (golongan muda) bersepakat tentang pelaksanaan proklamasi kemerdekaan Indonesia, yakni 17 Agustus 1945 sebelum pukul 12.00. Setelah tercapai kesepakatan, Cudanco Subeno mempersilakan Soekarno-Hatta untuk kembali ke Jakarta.
Sumber : Erlangga
loading...